JAKARTA – Menjelang masa masa tenang serta tahapan pemungutan
dan penghitungan suara (tungsura) Pilkada Serentak 2020, Bawaslu melakukan sejumlah evaluasi. Salah satunya, meminta kepastian proses rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 19 Tahun 2020 yang masih mengadopsi sistem rekapitulasi
elektronik bernama Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap).
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu, dan KPU pada 12 November 2020 disepakati penggunaan Sirekap hanya merupakan uji coba dan alat bantu penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara serta diperuntukkan sebagai sarana publikasi kepada masyarakat.
Bawaslu lalu memaknai ruang lingkup dan batasan frasa “alat bantu” dengan dua sudut pandang. Pertama, apakah Sirekap merupakan alat bantu untuk menunjang kemudahan bagi KPU melakukan
mekanisme rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan, sehingga Sirekap menjadi bagian dari kesatuan proses tersebut? Kedua, apakah Sirekap merupakan alat bantu untuk menunjang kemudahan akses bagi masyarakat terhadap publikasi hasil rekapitulasi sehingga Sirekap merupakan sistem teknologi publikasi yang tidak menjadi bagian dari kesatuan proses tersebut?
Berdasarkan PKPU 19/2020 didapat fakta hukum bahwa Sirekap merupakan “mekanisme wajib” yang harus dilaksanakan dalam setiap tahapan rekapitulasi. Atas hal ini, Bawaslu perlu meminta kepada KPU memberlakukan Sirekap dalam empat hal. Pertama, memposisikan Sirekap tidak dalam satu kesatuan proses rekapitulasi, namun sebagai alat bantu untuk mempermudah masyarakat mendapatkan akses
publikasi hasil rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan. Kedua, menggunakan berita acara dan
sertifikat hasil penghitungan suara dan rekapitulasi secara manual sebagai basis utama dalam tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan.
Ketiga, menyusun langkah mitigasi antisipasi dalam hal Sirekap tidak berjalan dengan tidak melakukan rekapitulasi di tempat lain yang memiliki jaringan karena akan berpotensi meningkatkan risiko penularan Covid-19 serta menyebabkan tidak adanya kepastian hukum. Keempat, menyiapkan alternatif penghitungan suara dan rekapitulasi hasil perolehan suara apabila Sirekap tidak dapat dipergunakan sehingga ada prosedur lain yang dapat digunakan.
Bawaslu meyakini, harus ada ruang untuk rekapitulasi manual sebagai mitigasi antisipasi apabila Sirekap tidak berjalan. Oleh karena itu, alternatif untuk penghitungan manual dengan menyiapkan file Excel dan formulir segera dilakukan KPU mengingat waktu semakin dekat untuk memberikan kepastian.
Pengawasan Masa Tenang Menjelang masa tenang yang akan berlangsung 6-8 Desember 2020, Bawaslu akan melakukan berbagai kegiatan pengawasan Tungsura dalam mengawasi penyebaran formulir pemebritahuan (C Pemberitahuan.KWK). Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabuptaen/Kota juga sedang mengidentifikasi TPS rawan sekaligus memastikan kesiapan TPS dengan protokol kesehatan prokes (prokes) pencegahan penyebaran Covid-19 dengan penyediaan APD (alat pelindung diri), tempat cucian tangan, penyatisasi tangan, hingga memastikan tersedianya penyediaan bilik khusus apabila ada pemilih yang terindikasi
Covid-19.
Bawaslu juga akan menggelar patroli pengawasan anti politik uang dan penertiban alat peraga kampanye (APK) selama tahapan masa tenang. Selain itu, sedang mempersiapkan pemutahiran Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020. Program pengawasan pun mengadopsi teknologi seperti Siswaslu,
Gowaslu, laman Bawaslu, form A daring, dan mekanisme daring (dalam jaringan).
Dalam pengawasan kampanye prokes pencegahan Covid-19 selama hampir 60 hari terakhir, metode kampanye dengan tatap muka masih paling diminati, yaitu mencapai 91.640 kegiatan. Dari jumlah
tersebut, Bawaslu menemukan pelanggaran prokes sebanyak 2.126 kasus. Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu pada 10 hari keenam kampanye (15 hingga 24 November 2020), Bawaslu mencatat kampanye dengan metode tatap muka terus mengalami peningkatan dibandingkan sebelumnya, yaitu menjadi 18.025 kegiatan. Adapun pada 10 hari kelima masa kampanye, yaitu pada 5 hingga 14 November 2020, kegiatan tatap muka ada sebanyak 17.738 kegiatan.
Dalam menangani dugaan pelanggaran, Bawaslu sudah menerima dan menemukan 3.814 dugaan pelanggaran.
Dari jumlah tersebut, hingga Kamis (3/12/2020) terdapat 112 kasus dugaan tindak pidana pemilihan (pilkada) yang sudah masuk tahap penyidikan yang ditangani Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu). Informasi penangan pelanggaran pidana pemilihan pada tahap penyidikan ini merupakan hasil harmonisasi data dengan kepolisian.
Sejauh ini, ada 117 permohonan penyelesaian sengketa.
Hasilnya, terdapat 32 permohonan tidak dapat diregister, 11 permohonan tidak dapat diterima, dan 2 permohonan gugur. Kemudian, ada 5 putusan kesepakatan, 23 putusan mengabulkan sebagian, 37 putusan menolak, dan 7 putusan mengabulkan seluruhnya. Bawaslu memandang sejumlah isu krusial seperti penegakan protokol kesehatan dalam pemungutan
dan penghitungan suara, ketersediaan logistik dalam bentuk APD di TPS, kesiapan SDM penyelenggara, saksi dan pengawas terutama memastikan seluruhnya dijamin dalam kondisi sehat (termasuk pelaksanaan rapid test dan mekanisme penggantian penyelenggara yang Positif Covid-19), pemenuhan hak pilih bagi masyarakat yang berstatus karantina atau pasien covid-19, antisipasi bagi pemilih yang menolak penggunaan masker.
Ada pula isu mengenai pengaturan TPS agar tetap aksesibel dan memenuhi standar ukuran luar TPS, mengingat penambahan TPS khusus dan menjaga jarak, penggunaan cairan penyatisasi tangan (hand sanitizer) mengakibatkan mudah pudarnya tinta sebagai penanda pemilih.***(bawasluri)