Bitung,- Nada desakan penanganan kasus dugaan korupsi perjalanan dinas (PerJadin) DPRD Kota Bitung periode 2019-2024, kembali bergema. Garda Tipidkor Sulawesi Utara (Sulut), jadi ‘motor’.


Melalui pembinanya, Berty Alan Lumempouw SH, Garda Tipidkor meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut bersikap tegas dan konsisten menangani kasus tersebut.


“Kami meminta Kajati (Kepala Kejaksaan Tinggi) Sulut mengawasi secara ketat penanganan kasus oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bitung. Jangan sampai terjadi praktik ‘tajam ke bawah, tumpul ke atas’, dimana hanya mantan anggota dewan dan ASN yang diproses, sementara anggota dewan aktif yang diduga terlibat dibiarkan begitu saja,” tegas Lumempouw melalui rilis pers, Senin.


Berdasarkan data yang dihimpun, kasus korupsi perjalanan dinas DPRD Kota Bitung dengan kerugian negara mencapai Rp3,3 miliar (sesuai perhitungan BPKP) telah menetapkan 9 orang sebagai tersangka. Terdiri dari 5 mantan anggota DPRD (bidang perjalanan dinas) dan 4 orang ASN dari Sekretariat DPRD Bitung (diduga melakukan penghilangan barang bukti).
Untuk kasus penghilangan barang bukti, proses hukum terhadap 4 ASN tersebut sudah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Manado.


Namun yang menjadi sorotan, 5 oknum anggota dewan aktif hingga saat ini disinyalir belum ditetapkan sebagai tersangka, padahal menurut pernyataan mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bitung, Dr Yadyn P, SH MH, yang kini menjabat Kasubdit Tipidkor dan TPPU Kejaksaan Agung RI, kelima oknum anggota dewan aktif tersebut harus melakukan ekspose di Kejaksaan Agung RI (Jampidsus).


“Sudah 3 bulan lebih proses ekspose di Jampidsus berjalan, tapi tidak ada kejelasan hasilnya. Ini menimbulkan pertanyaan besar,” Lumempouw menerangkan.


Ia pun menyoroti adanya kesan tebang pilih dalam penanganan kasus ini. “Kejaksaan terlihat berani tegas terhadap mantan anggota dewan dan ASN, tetapi seolah takut mengambil tindakan terhadap anggota dewan aktif. Kami menduga ada intervensi politik dalam penanganan kasus ini,” nilai dia.


Sinyalemen tersebut, menurut Lumempouw, jelas bertentangan dengan asas equality before the law yang dijamin dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945, dimana setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.


“Jangan sampai masyarakat Bitung kehilangan kepercayaan kepada institusi Kejaksaan karena dianggap hanya berani kepada yang lemah dan takut kepada yang kuat,” cerocosnya.


Untuk itu, Garda Tipidkor Sulut mendesak Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung RI dan Komisi Kejaksaan RI untuk segera menurunkan tim pemeriksa guna mengawasi proses penanganan kasus ini.

Selanjutnya, Kajati Sulut untuk memberikan kejelasan status hukum dan mempublikasikan secara terbuka perkembangan kasus, khususnya hasil ekspose di Jampidsus. Kemudian, Kejari Bitung untuk menetapkan kelima anggota dewan aktif yang diduga terlibat sebagai tersangka.


“Transparansi dalam seluruh proses hukum untuk memulihkan kepercayaan masyarakat,” koarnya.


“Proses penetapan tersangka sebelumnya sudah melalui ekspose di Kejati Sulut, maka seharusnya proses untuk kelima anggota dewan aktif ini juga bisa dilakukan dengan transparan. Jangan sampai ada yang ditutup-tutupi,” ketus Lumempouw.


Dia juga bilang, masyarakat mengharapkan proses hukum yang adil, tanpa pandang bulu dan bebas dari intervensi politik apapun, agar prinsip negara hukum benar-benar ditegakkan.