Gambar Tomohon

Tomohon,- Debat kedua calon Walikota dan Wakil Walikota Tomohon digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kamis (25/10/2024), di Ruang Paripurna Kantor DPRD Tomohon.

Dalam debat publik itu, para kandidat memaparkan visi, misi dan program sesuai tema, Ketahanan Sosial, Pelestarian Budaya, Pengelolaan Sumberdaya Alam, Hortikultura, Pelestarian Lingkungan dan Perubahan Iklim.

Selain itu, setiap pasangan calon (Paslon) menjawab semua pertanyaan dari panelis sesuai tema debat kedua.

Hal itu pun menuai reaksi dari Prof. DR, Ir. Julius Pontoh, MSc. Akademisi, ahli lingkungan dan pemerhati budaya tersebut memberikan penilaian terhadap hasil debat.

“Saya menilai, pelaksanaan debat sudah berlangsung baik, dan mulai semakin terbuka. Namun, pemaparan tema ada yang tegas, tapi juga ada yang kurang tegas dan terkesan retoris. Khususnya pada tema Pelestarian Lingkungan dan Ketahanan Sosial,” ungkap Prof. Pontoh.

Ia berpandangan, debat itu adalah pertentangan argumentasi antar peserta debat. “Argumentasi yang disampaikan pun, harus sangat rasional tapi tidak emosional,” bebernya.

Karena, kata dia, emosional itu juga menjadi evaluasi publik untuk menilai. “Apakah seseorang itu pantas atau tidak pantas menjadi pola anut dan menjadi pemimpin di Kota Tomohon,” beber mantan Sekjen Majelis Adat Minahasa itu.

Misalnya, kata dia, masalah insentif lansia yang disampaikan paslon 01 yakni Miky Wenur dan Cherly Mantiri, dalam tema Ketahanan Sosial. “Sangat emosional,” ungkapnya.

“Jika diibaratkan sebuah lomba, maka lomba debat bukan lomba siapa paling keras dan emosi berbicara, melainkan lomba argumentasi dan seni meyakinkan publik,” tegas Prof. Pontoh.

Demikian tentang pemberhentian tenaga kontrak, ia menilai, sebenarnya lebih pas dibicarakan dalam tema tata kelolah kelembagaan.

“Paslon 01 berbicara di luar tema, yang seharus diintervensi oleh moderator untuk diarahkan kembali ke dalam tema,” bebernya.

Sekali lagi, ia menekankan, emosi seseorang memberihkan arahan kepada publik layak tidak layak sesorang menjadi pemimpin.

“Kecerdasan intelektual rakyat Tomohon cukup untuk menilainya,” ucap Prof Pontoh. 

Di sisi lain, Prof melanjutkan, paslon 02 yakni Wenny Lumentut dan Michael Mait ketika menanggapi pemanfaatan energi panas bumi yang dihasilkan Pertamina PGE Tomohon.

“Paslon 01 justru berbicara soal CSR. Sepertinya kurang paham dengan isu yang ditanyakan,” semburnya.

Selanjutnya, kata dia, soal isu lingkungan yang ditanyakan oleh Caroll Senduk dan Sendy Rumajar terkait apa yang sudah dilakukan terhadap pelestarian lingkungan. “Paslon 01 menanggapinya tentang perijinan,” sambungnya.

“Itu jauh di luar konteks yang dimaksud pasangan Caroll Senduk dan Sendy Rumajar. Sepertinya tidak dapat berargumentasi dengan teks yang logis sesuai apa yang ditanyakan, inkonsistenlah begitu,” tegas mantan Sekjen Pakasaan Tombulu ini. 

Secara umum, Prof menilai, penampilan debat kedua ini, paslon 03 CS-SR lebih siap dan lebih konsisten dengan tema debat. “Bahkan sangat stabil emosi yang dipertontonkan dan konsisten dengan tema,” ucapnya.

Bahkan, kata dia, sangat kelihatan jelas paslon 03 begitu memperhatikan pelestarian lingkungan untuk anak cucu ke depan.

“Caroll-Sendy sangat layak untuk melanjutkan kepemimpinan di Kota Tomohon. Dan debat kedua Caroll-Sendy tampil the winner dengan hastag gratis untuk rakyat,” pungkas Profesor pencinta Pelestarian Lingkungan tersebut.