Bitung,- Aksi tak pandang bulu memberangus aksi korupsi di Kota Bitung, masif dijabal Kejaksaan Negeri (Kejari) Bitung. Penanganan kasus dugaan perjalanan dinas di DPRD Kota Bitung, jadi bukti.
Terkait nyali Korps Adhyaksa Kota Cakalang membongkar kasus rasuah ini, langsung berujung apresiasi.
Berty Lumempouw, selaku Pembina Garda Tipikor Indonesia (GTI) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), menyatakan dukungan penuh terhadap langkah progresif Kejari Bitung besutan Kajari Dr. Yadyn Palebangan, SH MH.
Keberanian Kejari ini dinyatakan dengan menetapkan dan menahan 3 orang Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Sekretariat Dewan dalam kasus dugaan penghilangan barang bukti dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Kota Bitung.
Lumempouw bilang, langkah ini harus menjadi pintu masuk bagi pengungkapan lebih luas. “Sangat tidak mungkin ASN dengan jabatan Kasubag bertindak sendiri tanpa perintah atasan, apalagi dalam kasus yang melibatkan perjalanan dinas dewan,” tegasnya.
Ia mendorong kejaksaan untuk mengembangkan penyidikan hingga mengungkap keterlibatan oknum anggota dewan aktif maupun mantan anggota, agar pelaku utama dapat diadili.
Selanjutnya, Lumempouw berpesan kepada ketiga ASN yang ditetapkan sebagai tersangka agar bersikap terbuka.
“Jangan menyembunyikan fakta. Jika terus tutupi kebenaran, beban pidana akan sepenuhnya menjadi tanggungan mereka di pengadilan,” semburnya.
Ia menyesalkan potensi pengkhianatan kepercayaan publik, mengingat posisi dewan sebagai wakil rakyat yang semestinya menjadi teladan.
Pun begitu, dia mengapresiasi konsistensi Kejari Bitung dalam menolak intervensi. “Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Saya yakin Pak Kajari mampu membawa kasus ini hingga ke meja hijau,” kuncinya.
Dukungan ini sejalan dengan komitmen Kejari Bitung sebelumnya, seperti dalam kasus penggeledahan Kantor Distrik Navigasi dan Perumda Pasar Bitung, yang menunjukkan keseriusan pemberantasan korupsi di wilayah hukumnya.
HARAPAN UNTUK TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS
Pembina Garda Tipikor Indonesia (GTI) Sulut Berty Lumempouw menekankan pentingnya transparansi proses hukum dan pengembalian kerugian negara sesuai UU Pemberantasan Tipikor.
Itu mencakup perampasan aset dan pembayaran uang pengganti oleh terpidana. “Kerugian negara harus ditanggung pelaku, bukan rakyat,” tandasnya, merujuk pada Pasal 18 UU Tipikor yang mengatur sanksi tambahan bagi koruptor.
Dukungan ini memperkuat momentum pemberantasan korupsi di Sulawesi Utara, dengan harapan kasus ini menjadi contoh penegakan hukum yang berintegritas. Masyarakat diimbau untuk percaya pada proses hukum yang sedang berjalan.