Penulis: Vayen Lanawaang, SH
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Manado Tahun 2023)
HAKIM Konstitusi merupakan pengawal konstitusi negara, yang kewenangannya memutus perkara pada tingkat awal dan akhir. Mahkamah Konstitusi sesuai dengan amanat dan tugasnya: menguji Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus tentang hasil perselisian pemilihan umum.
Salah satu hal yang menarik pada saat pendaftaran capres-cawapres, putusan permohonan yang diajukan oleh Mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam putusan tersebut, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Masyarakat dikejutkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dalam amar putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi memutuskan “bahwa kepala daerah di bawah usia 40 tahun dapat mengajukan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden, asalkan mereka pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.”
Dalam hal ini menurut penulis Mahkamah Konstitusi melalui Hakim konstitusi bertindak sebagai negative legislator dan lembaga pembuat Undang-Undang seperti yang kita ketahui Dewan Perwakilan Rakyat adalah Positive Legislator.
Akan tetapi sesuai dengan hukum positif kita saat ini bahwa lembaga yudikatif adalah lembaga yang mengadili, bukan membuat norma baru yang dapat di katakan telah “MELANGKAHI” kewenangan dari lembaga Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pembentuk dari Undang-undang.
Pada prinsipnya Indonesia sebagai negara hukum mempunyai hukum yang terstruktur dan sistematis dengan pemisahan kekuasaan agar tidak terpusat pada 1 lembaga saja agar tidak terjadi kebebasan bertindak atau dapat di katakan otoriter dalam menjalankan pemerintahan.
Oleh karena itu dengan menganut sistem atau konsep Teori dari Montesquieu Trias Politika (Pemisahan Kekuasaan) menjadi tiga yakni Legislatif adalah lembaga yang membuat undang-undang, Eksekutif adalah lembaga yang menjalankan Undang-undang dan Yudikatif adalah lembaga yang mengadili undang-undang. Sehingga Hakim konstitusi termasuk pada lembaga yudikatif bukan pada legislatif.
Dalam pandangan sosiologi hukum gejala sosial pada perkara diatas dengan dikeluarkannya Putusan MK bahwa batas usia kepala daerah di bawah usia 40 tahun dapat mengajukan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden, asalkan mereka pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Menimbulkan persepsi yang tidak baik, dikarenakan putusan tersebut seakan-akan di percepat dalam mengejar kontestasi pemilu dengan memajukan salah satu calon yang usianya masih belum memenuhi syarat sebagai calon wakil presiden. Apalagi dalam proses persidangan itu terdapat Hakim Konstitusi yang adalah keluarga dari salah satu calon wakil presiden yang dapat dikatakan terdapat konflik kepentingan di dalamnya.
Dari segi sosiologi hukum tindakan tersebut sangat merugikan masyarakat dengan tidak memberikan didikan yang baik, merusak sistem ketatanegaraan dan tidak sehat bagi demokrasi kita saat ini. Gejala sosial ini bagi masyarakat seakan-akan hanya sebagai penonton melalui DPR sebagai representasi dari masyarakat itu sendiri dikarenakan kewenangannya telah di ambil oleh lembaga yudikatif. Sehingga dapat dikatakan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut menjadi turun.