Bitung,- Sorotan kritis menyasar Korps Adhyaksa Kota Bitung besutan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Krisna Pramono. Tindak lanjut penanganan kasus dugaan korupsi perjalanan dinas (PerjaDin) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), jadi penyulut.
Demikian Pembina Garda Tipikor Indonesia Sulawesi Utara (Sulut), Berty Allan Lumempouw SH. Aktifis vokal ini menilai kinerja kejaksaan di bawah pimpinan Kajari Bitung sangat lambat. Selain itu, terkesan tidak transparan dan terkesan menutupi dalam menangani kasus perjalanan dinas anggota DPRD Kota Bitung periode 2019-2024, Tahun Anggaran 2022-2023, yang telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 3,3 miliar sesuai hasil dari audit BPKP.

Desakan ini disampaikan menyusul ditetapkannya 9 orang tersangka dan beredarnya informasi yang menimbulkan kesan ketidakadilan dalam penanganan kasus.
Lumempouw bilang, masyarakat berhak mengetahui perkembangan terkini kasus ini, termasuk status hukum dari 5 oknum anggota DPRD yang masih aktif periode 2024-2029 yang diduga terlibat.
“Kajari harus menyampaikan hal ini kepada masyarakat secara terbuka. Jangan sampai ada kesan tebang pilih, hanya berani menindak mantan anggota DPRD. Sementara yang aktif justru diperlakukan berbeda. Ini jelas tidak adil,” tegasnya.
“Beliau dalam hal ini Kajari Bitung Krisna Pramono yang sempat menyampaikan akan di ekspose di Kejagung, tapi mari kita lihat hasil sudah hampir sebulan tidak ada,” sambung Lumempouw.
Menurut dia, hal ini sangat di sayangkan. Apalagi, masyarakat masih menunggu hasil ekspose kasus dugaan korupsi yang telah menyedot perhatian publik. Selanjutnya, Kejari Bitung telah melakukan penyelidikan intensif dan menetapkan beberapa tersangka.
Berdasarkan informasi yang berkembang, berikut adalah titik-titik kritis dalam penanganan kasus yang disinyalir merugian negara ditaksir mencapai Rp 3,3 miliar dari anggaran perjalanan dinas senilai Rp 20 M pada TA 2022-2023.
Modus yang diduga meliputi perjalanan dinas fiktif, mark-up durasi perjalanan, penggelembungan biaya akomodasi hotel dan manipulasi transportasi.
Bahkan, terdapat indikasi dokumen penting sengaja dibakar untuk menghilangkan jejak sesuai pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejari yang sebelumnya yang sudah menetapkan 9 orang sebagai tersangka, yang terdiri dari 4 orang staf Sekretariat DPRD dan 5 mantan anggota dewan. Kejari Bitung sebelumnya telah melakukan langkah pencegahan dengan melarang 26 orang yang diduga terkait kasus ini untuk ke luar negeri.
Mereka yang dilarang terdiri dari 17 anggota DPRD periode 2019-2024 (separuhnya terpilih kembali untuk periode 2024-2029) dan 9 Aparatur Sipil Negara (ASN). Langkah ini diambil setelah terdeteksi adanya pihak-pihak terkait yang berada di luar negeri seperti di Jepang dan Amerika Serikat.
Sebelumnya juga mantan Kajari Bitung disebutkan telah mengajukan 12 nama calon tersangka kepada Kejaksaan Agung. Namun, persetujuan untuk menetapkan 5 anggota dewan yang masih aktif sebagai tersangka masih menunggu proses ekspos di Kejaksaan Agung RI, sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Inilah yang memicu spekulasi dan kekhawatiran di masyarakat.
Lumempouw menambahkan, pengembalian kerugian negara (TGR) tidak serta-merta menghapus pidana yang berlaku, terlebih lagi dalam kasus dengan unsur niat jahat seperti perjalanan fiktif yang dilakukan berulang dan mark-up yang disengaja.
“Untuk pengembalian kerugian negara bukanlah akhir dari proses hukum. Dalam UU Tindak Pidana Korupsi diatur jelas bahwa restitusi tidak menghapus sanksi pidana, apalagi dalam dugaan kasus yang melibatkan unsur perbuatan melawan hukum yang disengaja dan sistematis seperti ini,” terang Lumempouw.
Ia pun mengingatkan komitmen Kajari Bitung sebelumnya yang selalu menyampaikan perkembangan kasus secara terbuka kepada masyarakat melalui media.
“Kajari yang baru harus melanjutkan tradisi transparansi yang telah dibangun pendahulunya. Komunikasi yang jelas dan terbuka adalah kunci untuk memelihara kepercayaan publik dan menghilangkan segala bentuk prasangka tentang tebang pilih atau intervensi politik,” kuncinya.
Sementara itu, tokoh masyarakat dr Sunny Rumawung meminta Kajari Bitung yang baru harus transparan pada masyarakat, dimana saat ini masih menunggu kejelasan dari Kejari Bitung mengenai status hukum pasti dari 5 anggota dewan aktif yang masih dalam proses di Kejaksaan Agung.
“Komitmen kejaksaan untuk menindak tegas semua pihak yang terlibat tanpa pandang bulu. Komunikasi yang transparan dan pro-aktif dari Kajari Bitung kepada publik mengenai setiap perkembangan signifikan dalam kasus ini. Saya berharap kepada Kajari Bitung Krisna Pramono harus menuntaskan kasus PerjaDin ini agar kepercayaan masyarakat pada Kejari Bitung dalam menangani kasus korupsi mendapat apresiasi,” imbuhnya