Gambar Tomohon

Tomohon,- Pasangan Calon (Paslon) Walikota dan Wakil Walikota Tomohon nomor urut 01 dan 02, disebut tidak paham mengenai urusan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Penilaian itu diungkapkan mantan birokrat handal Kota Tomohon, Andrikus Wuwung, usai pelaksanaan debat ketiga yang digelar di Grand Kawanua Novotel, Rabu (13/11/2024), terkait Keamanan.

Paslon 02 yakni Miky Wenur dan Cherly Mantiri (MW-CM), sepakat menyebut jika kondisi keamanan di Kota Tomohon sedang tidak baik-baik saja.

Hal itu menjadi alasan Andrikus, bahwa kedua calon pemimpin tersebut, tidak paham Tentang UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Mantan Sekretaris DPRD Tomohon itu berpendapat, kedua paslon tersebut sangat jelas tidak memahami tentang pembagian urusan dan kewenangan antara pemerintah Pusat dan Daerah.

Sebab, kata dia, dalam pasal 9 ayat 2 disebutkan, Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah urusan pemerintahan, yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Sedangkan dalam pasal 10 UU 23 thn 2014 Tentang Pemerintahan Daerah: 1. Urusan pemerintahan Absolut sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat 2 meliputi : a. Politik Luar Negeri, B. Pertahanan, C. Keamanan, D. Yustisi, E. Moneter dan Fiskal Nasional, F. Agama

(2) dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah: A. Dapat melaksanakan sendiri, B. Melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal yang ada di daerah atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi.

“Dalam peraturan perundang undangan sebagaimana dijelaskan secara tegas menyatakan, urusan keamanan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dan yang menjadi leading sector dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia,” beber Andrikus.

Selanjutnya, institusi penanggung jawab keamanan secara berjenjang, mulai Babinkamtibmas, Polsek, Polres, Polda, Mabes Polri, adalah penanggung jawab keamanan dan keteriban masyarakat (Kamtibmas).

“Penanggung jawab keamanan, adalah kepolisian. TNI bukan organ untuk keamanan, tapi TNI Pertahanan,” seru mantan Kadis Perhubungan Tomohon itu.

Sejak reformasi, Andrikus menjelaskan, Polri keluar dari ABRI dan berdiri sendiri sebagai institusi negara, yang bertanggung jawab untuk menangani dan menjaga ketertiban dan keamanan Negara.

“Kalaupun ada anggota TNI yg membantu Polisi di dalam penanganan keamanan, itu sifatnya insidentil dengan status Bawah Kendali Operasi (BKO) diperbantukan untuk menangani gangguan keamanan,” jelasnya.

Sehingga, kata dia, ketika Paslon Nomor urut 1 dan Nomor Urut 2 menyebut situasi keamanan di Kota Tomohon sedang tidak baik-baik saja bukan terkait Linmas atau PolPp.

“Secara otomatis, mereka menyerang pihak keamanan, dalam hal ini Kepolisian yang menjadi penanggung jawab utama keamanan di suatu daerah,” sembur Andrikus.

Dalam perdebatan sekelas calon Kepala dan Wakil Kepala Daerah, Andrikus bilang, sebaiknya memahami apa tugas dan tanggung jawab kepala dan wakil kepala daerah.

“Harus paham batasan-batasan kewenangan dan memahami sistem pemerintahan daerah. Jangan hanya teriak-teriak sesuatu yang menjadi tugas dan tanggung jawab pihak lain,” saran Andrikus Wuwung.

Menurutnya, kalau ada calon kepala daerah memiliki kualitas SDM seperti ini dan ingin memimpin daerah kalau tidak pahamaaturan adalah memalukan.

“Jangan hanya mengandalkan modal finacial saja untuk maju sebagai kepala daerah. Tapi pengetahuan dan pemahaman akan batasan-batasan kewenangan harus paham,” sindirnya.

Di sisi lain, Eddy Turang yang juga adalah mantan birokrat Tomohon berpendapat, reaksi Paslon 01 dan 02 itu adalah niat menyerang Calon Walikota Caroll Senduk sebagai petahana.

“Sayangnya blunder lagi, karena serangannya justru mengarah ke institusi Kepolisian sebagai penanggung jawab keamanan,” ucap Eddy.

Dikatakan, sampai di tingkat kelurahan lewat Babinkamtibmas itu adalah wilayah urusan Kepolisian. “Bukan kepala daerah,” sambungnya.

Posisi pemerintah daerah dalam hal keamanan, Eddy memandang, adalah membantu atau sebagai supporting sistem dalam membentuk masyarakat yang kondusif, menghidari perbuatan-perbuatan melawan hukum, menjaga situasi kamtibmas dan bekerja sama dengan tokoh-tokoh Agama, tokoh tokoh masyarakat.

Supaya, lanjutnya, masyarakat juga bisa bertanggung jawab bagi diri sendiri untuk tidak melanggar hukum. “Itulah esensi dari penyelanggaraan pemerintahan. Kita sistem negaranya adalah negara kesatuan, bukan negara federal,” ujarnya.

“Otonomi daerah bukan kekuasaan tanpa batas, otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah, namun secara umum semua adalah tanggung jawab pemerintah pusat,” pungkasnya.