Soal aturan, kata dia, dalam PP 12/2018 khususnya Pasal 33 poin a yang disebutkan itu adalah Pimpinan DPRD bukan menyebut Ketua DPRD bukan pula Wakil Ketua DPRD, tetapi Pimpinan DPRD.

“Apa bunyinya? bahwa, pimpinan DPRD mempunyai tugas dan wewenang memimpin rapat DPRD dan menyimpulkan hasil rapat untuk diambil keputusan,” Jelas Johny Runtuwene.

Jadi, kata Jonru, dirinya dan Erens selaku Pimpinan DPRD bukan hanya mempunyai tugas tetapi juga mempunyai wewenang yang sama dan setara untuk memimpin rapat DPRD dan menyimpulkan hasil rapat untuk diambil keputusan. “Apalagi kita ini kolektif kolegial,” tegasnya.

Sehingga, lanjutnya, harus dipahami bahwa paripurna tingkat II ini tidak dapat ditutup secara sepihak, oleh karena kalau sudah ditutup itu berarti sudah harus menghasilkan keputusan rapat. “Apakah menyetujui bersama atau tidak menyetujui (menolak) Ranperda P-APBD 2023 tersebut (Pasal 9 ayat 4 PP 12/2018),” terangnya.

“Ini logika hukum sederhana, sudah jelas dalam Tatib bahwa rapat paripurna Ranperda APBD Perubahan Tomohon 2023 output-nya pengambilan keputusan bukan hanya bersifat pengumuman (Pasal 93 PP 12/2018),” ujar Jonru.

Ditambahkan, perdebatan, silang pendapat dan hujan interupsi adalah suatu dinamika politik di dalam lembaga politik. Itu, menurutnya, hal yang biasa terjadi.

“Seharusnya, kalau yang bersangkutan merasa tidak mampu untuk memimpin rapat, serahkan saja kepada saya dan pak Erens, lalu kemudian silahkan walk out,” bebernya.