MANADO, – Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) patut diapresiasi. Sejak terbentuk, lembaga anti rasuah ini telah mencokok sekira 1615 orang yang terlibat praktik korupsi.
Demikian Ketua KPK RI Firli Bahuri, saat memberikan arahan pada diskusi pemberantasan korupsi terintegritasi kepala daerah se-Sulut di Ruang Mapalus Kantor Gubernur, Kamis (27/07/23).
Menurut dia, tidak ada orang yang melakukan korupsi hidupnya miskin. Semuanya menjadi kaya. Memiliki rumah, mobil, lahan tanah bahkan ATM yang jumlahnya lebih dari satu.
“Itu semua karena serakah, bahkan maaf dari beberapa fakta tindak pidana korupsi yang kita ungkap, kalau terpidananya seorang pria istrinya terkadang lebih dari satu. Nah, itulah yang membuat orang korupsi,” terang Firli.
Dia melanjutkan, beberapa waktu lalu timbul polemik tentang Operasi Tangkap Tangan (OTT). Perlu diketahui jika OTT ini sebagai alat untuk memberantas korupsi. Sebab, memberantas korupsi itu tidak cukup melalui tantangan.
“Saya lihat pakta integritas sudah begitu banyak dilakukan, tapi tetap saja korupsi tidak berhenti walaupun sudah banyak yang tertangkap. Bayangkan saja, sudah banyak yang ditangkap masih saja ada korupsi apalagi kalau tidak ditangkap seperti yang kemarin korupsi di Basarnas,” jelas Firli.
“Sebanyak 1615 orang tertangkap dan mereka ditahan untuk dipidana masuk proses hukum KPK,” sambungnya.
Terbanyak, kata Firli, dari kalangan swasta. Kemudian, pejabat pelaksana eselon 1, 2 dan 3, setelah itu anggota DPR dan DPRD, Bupati ada 161 orang, Hakim, kepala lembaga kementrian pemerintahan dan non pemerintahan.
Selain itu, beber mantan Deputi Penindakan KPK, gubernur ada 24 orang ditangkap, padahal jumlah provinsi kita 36. Artinya, masih ada 12 gubernur yang belum tertangkap.
“Mudah-mudahan mereka tidak melakukan korupsi,” warning Firli.
Masih petinggi KPK itu, untuk tahun 2023 sampai tanggal 13 Juli merujuk data penindakan laporan KPK baik OTT maupun dengan cara bangun kasus penyelidikan tertutup maupun penyelidikan terbuka, jumlah tersangka 97 orang dan sudah ditahan KPK 85 orang.
“Tahun sebelumnya masyarakat menunggu penetapan tersangka, kapan ditetapkan sampai sudah ada yang meninggal kasusnya belum proses pengadilan, padahal masyarakat sudah mengalungi status tersangka, hal ini membuat kegaduhan. Tapi, sekarang tidak, begitu kita usulkan tersangkanya sudah ada dan sudah kita tahan. Kita bayangkan saat seorang statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dia sudah mendapatkan sangsi sosial. Contohnya, dan ini pengalaman benar yang saya temukan suatu ketika dia ikut hadir di pesta nikah semua undangan tidak mau bersalaman dengan tersangka belum lagi istrinya dibuli, putra putri berhenti kuliah,” ungkap Firli.
“Menjadi pertanyaan apakah penekanan hukum harus begitu, kan tidak karena ada prosesnyake, ukum dan memberikan keadilan. Memberikan manfaat dan tetaplah menjunjung tinggi azas kemanusiaan karena itu KPK sekarang tidak lagi menggunakan kegaduhan,” semburnya.