Oleh: Iverdixon Tinungki

Mengapresiasi Jull Takaliuang adalah merefleksikan ungkapan Ferdinand de Saussure, seorang semiolog terkemuka dunia yang meyakini di mana kreatifitas manusia dalam memperjuangan hidupnya bahkan hidup masyarakatnya selalu dilatari suatu system yang rumit dan kompleks sebagai pembentuknya.

Dan Sore hingga malam Rabu, 30 Agustus 2023, kedatangan Jull Takaliuang, aktivis kelas dunia asal Sangihe, bersama pegiat Budaya dan Hukum bung Didi Koleangan, menjadikan beranda rumah saya sebagai ruang diskusi yang asyik dan bermartabat.

Sebagai aktivis, Jull Takaliuang telah melewati banyak tahun dan hari-harinya dalam pertarungan keras di luar ruang parlemen. Saat melangkah ke panggung politik seiring Pemilu 2024, harapan baru kini terasa membersit di Nusa Utara.

Ia bahkan disebut sebagai figur paling tepat menjadi representasi Nusa Utara di DPRD Sulut.

Sebab majunya Dra. Jull Takaliuang sebagai Caleg PSI untuk DPRD Sulut Dapil Nusa Utara, dapat dipandang sebagai upaya riil memindahkan titik perjuangannya langsung ke dalam ruang-ruang parlemen.

Sampai di sini dapat dipahami bahwa kendati politik modern telah terdandani bahasa-bahasa yang canggih seiring perkembangan berbagai mazhab dan ilmu filsafat politik yang dipelopori para pemikir modern seperti dari era Thomas Hobbes, Machiavelli, John Locke, Jean- Jacques Rousseau, John Rawls, Jurgen Habermas, tujuan dasar politik tak pernah bergeser yaitu memperjuangkan kehidupan manusia.

Itu esensi dari apa yang diperjuangan Jull Takaliuang selaku manusia sebagai makhluk politik.

“Karena DPRD Sulut sebagai salah satu episentrum lahirnya peraturan perundang-undangan serta kebijakan pembangunan, maka upaya perjuangan hak-hak rakyat dan perlindungan lingkungan hidup saatnya saya lakukan langsung dari dalam parlemen,” ungkap Jull Takaliuang, membeberkan alasannya maju ke panggung politik dalam diskusi hari itu.

Di Nusa Utara, Jull Takaliuang dikenal luas masyarakat kepulauan itu atas kiprahnya ikut berjuang bersama rakyat menolak tambang yang dikelola PT Tambang Mas Sangihe yang berencana mengaruk lahan berdasarkan konsesi dalam kontrak karya seluas 42.000 hektare atau lebih dari setengah pulau Sangihe.

Selaku inisiator gerakan Save Sangihe Island (SSI) dalam perjuangannya di Sangihe lewat jalur hukum, Jull dan kawan-kawan tercatat berhasil mendepak kapitalisme perusahaan tambang yaitu PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) sebuah anak perusahaan dari Baru Gold Corp, perusahaan eksplorasi sumber daya mineral dari Kanada yang berfokus pada pengembangan proyek produksi logam mulia di Indonesia.

“Kendati konsen saya terus mendampingi masyarakat pulau kecil seperti Sangihe dan Nusa Utara pada umumnya dari kapitalisme perusahaan tambang, namun perjuangan di ruang-ruang parlemen sangat penting dilakukan saat ini untuk menyelamatkan alam dan lingkungan hidup masyarakat di sana,” ujarnya.

Dikatakannya, tak dapat disangkal bahwa Sangihe bahkan Nusa Utara butuh aliran dana investasi.

Tapi untuk klaster pulau-pulau kecil seperti di Nusa Utara yang dibutuhkan adalah investasi yang ramah terhadap lingkungan.

Sesungguhnya apa yang telah tersedia di Pulau Sangihe sangat melimpah, dan mencukupi untuk kebutuhan masyarakat, paparnya.

Namun kelimpahan itu bagi sekelompok orang rakus dan tamak, pasti selalu terasa kurang.

“Kalau bukan kita ‘tau i kite’ lalu siapa lagi yang harus menyelamatkan Pulau ini demi kelangsungan hidup anak cucu nanti. Integritas dan harga diri orang Sangihe dipertaruhkan menghadapi godaan menjadi kaya dengan mengeruk emas,” ungkapnya Takaliuang.

PENERIMA PENGHARGAAN DARI PBB

Di lain sisi, perjuangan panjang Jull Takaliuang membela kaum perempuan, anak, dan masyarakat miskin telah mengantar dia ke panggung Internasional.

Tepatnya di kantor PBB, New York City, sosok perempuan asal Nusa Utara ini menerima penghargaan N-Peace Awards 2015 dalam kategori Untold Stories: Woman Transforming their Communities.

Dia adalah Jull Takaliuang. Aktivis yang sangat dikenal di Sulawesi Utara.

Ia sosok yang mengabdikan dirinya di tengah persoalan keadilan dan kemanusiaan.

Kendati banyak pengalaman traumatik yang dihadapinya, tak membuat ia surut dalam membela kaum perempuan, anak, dan masyarakat miskin.

Pergulatan sepenuh hati selama 17 tahun bersama masyarakat tertindas dan berjuang merebut hak-hak mereka, membuahkan N-Peace Awards yang merupakan penghargaan untuknya sebagai perempuan yang memperjuangkan perdamaian dan menciptakan perubahan dari akar rumput, hingga tingkat nasional di Asia.

AKSI-AKSI PERLAWANANNYA

Jull Takaliuang, bukan aktivis yang dapat ditaklukan dengan pendekatan intimidatif.

Sebagaimana sejawatnya di seluruh dunia, baginya perlawanan adalah sejatinya kata kunci yang tak akan luruh bahkan di hadapan moncong bedil.

“Saya bukan staf khusus atau Kadis bawahan gubernur yang bisa dimarahi di depan banyak orang. Saya tidak punya kepentingan politik, tidak ingin naik jabatan apapun, saya hanya berjuang untuk keselamatan dan ruang hidup masyarakat Sangihe,” ungkap Jull di hadapan massa pengunjuk rasa yang menunggunya di jalan raya tak jauh dari portal hotel Dialoog Tahuna, Kabupaten Sangihe pada Jumat, 28 Januari 2022.

Pernyataannya itu disampaikan pasca penyerahan dokumen pernyataan sikap menolak tambang yang dikelola PT Tambang Mas Sangihe yang berencana mengaruk lahan berdasarkan konsesi dalam kontrak karya seluas 42.000 hektare atau lebih dari setengah pulau Sangihe itu kepada Gubernur Sulawesi Utara.

Sekitar enam bulan kemudian yakni pada Kamis, 2 Juni 2022 hakim Pengadilan Tata Usaha Negeri Manado (PTUN) Manado yang mengadili perkara ini memutuskan Gugatan dengan nomor 57/G/LH/2021/PTUN.Mdo oleh Yultrina Pieter bersama 55 perempuan asal desa Bowone kecamatan Tabukan Selatan Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe, terhadap Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu Sulawesi Utara dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Manado.

Pasca pembatalan Izin Lingkungan dan penghentian kegiatan PT.TMS lewat keputusan PTUN Manado, selaku salah satu inisiator gerakan Save Sangihe Island (SSI), Jull Takaliuang cukup berlega bersama ribuan orang yang sama-sama berjuang menolak tambang yang dikelola PT Tambang Mas Sangihe.

Ia menyatakan, perjuangan masyarakat Sangihe telah didengar oleh Tuhan. Ia berharap putusan tersebut akan semakin mengokohkan solidaritas perjuangan masyarakat Sangihe menolak PT. TMS.

“Ini adalah hasil dari perjuangan kita semua, Tuhan maha mendengar, Ia membalas dengan indah pada waktunya. Karena itu, tetap teguh, tetap konsisten. Perjuangan masih panjang. Kemenangan ini adalah pecut motivasi untuk semakin mengokohkan persaudaraan kita untuk mempertahankan tanah leluhur, Sangihe I kekendage,” kata Jull.

Di medan perlawanan, menggertak aktivis setara dengan menggertak seekor harimau, dan Jull Takaliuang bukan orang baru dalam aksi-aksi perlawanan semacam itu.

Sudah lama bagi masyarakat korban tambang, Jull Takaliuang dipandang sebagai pahlawan.

Ini sebabnya, dari Desa Tiberias, Kabupaten Bolaang Mongondow hingga pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara, orang-orang menaruh respek pada tokoh perempuan Sulut asal Sangihe ini.

Di masa sebelumnya, andaikata ia lalai selangkah, Pulau Sangihe telah dilalap tambang pasir besi pada puluhan tahun silam. Tapi Jull Takaliuang bukan aktivis lingkungan yang mudah dikeco.

Kepiawaian dan kegigihannya melawan rongrongan korporasi besar yang semena-mena mengeksploitasi lingkungan, membuat perusahaan tambang pasir besi asing mengurungkan niatnya di Sangihe.

Sejak tahun 2004 ia telah intens melakukan advokasi lingkungan bersama Yayasan Suara Nurani di program perempuan. Kemudian mengadvokasi kasus Buyat.

Setelah advokasi di Buyat, ia terlibat advokasi warga di sekitar tambang Maeres Soputan Mining (MSM).

Selain itu, ia menangani kasus ilegal logging di Desa Lihunu, pulau Bangka. Waktu itu, warga kekurangan air, tiba-tiba ada yang melakukan ilegal logging, sekitar tahun 2005-2006.

“Dari kasus-kasus tadi, saya melihat luar biasanya berperang melawan korporasi. Karena, mereka menggunakan seluruh kekuatan untuk menyerang balik perjuangan kami,” kata Jull.

DI TENGAH BADAI TEROR

Jull Takaliuang adalah salah satu dari deretan perempuan cerdas Sulawesi Utara.

Sosok perempuan sederhana dan bersahaja ini, termasuk aktivis yang tak mengenal takut.

Tak sedikit terror, ancaman pembunuhan dan pelecehan yang dialaminya.

Ia tetap kokoh, tak goyah memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terpinggirkan. Ia bekerja keras memberdayakan dan mendidik masyarakat yang terabaikan di Sulawesi Utara.

“Saya pernah dicekik oleh anggota paramiliter saat kasus Buyat di tahun 2007. Kemudian, di kasus MSM, saya jadi tahanan rumah. Pernah diserempet hingga nyaris masuk got. Mobil saya juga pernah diancam dibakar,” ujarnya.

Takutkah dia?

“Rasa takut hanya akan membuat kita tidak bisa berbuat apa-apa. Namun, kita tetap perlu waspada,” kata Jull.

Selain konsisten mengabdikan dirinya dalam membela hak-hak kaum tertindas dan kepentingan masyarakat umum, di mata para perempuan dan anak Sulawesi Utara, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulut dan Satgas Masalah Perempuan Sulut, dipandang sebagai penolong mereka.

Ia selalu berada di tengah persoalan kekerasan pada anak dan kaum perempuan. Ia membela mereka, menolong mereka, menghibur mereka. Dan mereka semua mencintainya.

Maka tak heran apabila Benni E. Matindas –Budayawan, penulis buku-buku filsafat dan tata Negara—asal Sulawesi Utara menilai sosok Jull Takaliuang figur yang paling paripurna dari aspek integritas.

“Jull Takaliuang sudah terbukti setia mengabdi untuk Sulawesi Utara. Ia konsisten, berani dan cerdas memperjuangkan kepentingan orang banyak. Sudah seIama bertahun-tahun ia berjuang di semua lini, dari pemberdayaan ekonomi rakyat kecil, pelestarian lingkungan hidup, advokasi hak-hak rakyat yang terpinggirkan, perjuangan untuk perlindungan perempuan dan anak-anak,” kata Benni Matindas.

MELAWAN KORPORASI-KORPORASI BESAR

Berperang melawan korporasi besar tidaklah mudah. Namun kegigihan perlawanan yang ditunjukan sosok aktivis satu ini tak dapat dipandang sebelah mata.

Kendati di tingkatan lokal hingga nasional ia sering dianggap sebagai musuh, karena menolak pembangunan yang berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat serta dipandang berseberangan dengan pemerintah, namun di dunia internasional perjuanganya mendapatkan apresiasi.

“Selama konsep kesejahteraan antara pemerintah dengan masyarakat tidak ketemu, di situ akan terjadi persoalan. Di situ pula saya melawan,” ungkapnya.

Dikatakannya, pertambangan memiliki dampak yang bisa merasuk ke semua sendi kehidupan. Setelah lingkungan rusak, manusia juga akan terkena dampaknya.

Ini sebabnya kata dia, penting tetap ada orang yang konsisten, dan berkomitmen berjuang menyelamatkan lingkungan. Kalau tidak tulus, maka tidak pernah ada advokasi untuk masyarakat yang berjalan baik.

Kendati banyak klaim mengatakan bahwa industri pertambangan identik dengan investasi dan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat. Justru menurutnya dengan adanya tambang, masyarakat akan kehilangan keseimbangan

“Saya tidak pernah lihat keuntungannya. Kalau merugikan, iya. Masyarakat hanya dijanjikan bahwa tambang akan membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan, akan membuka akses jalan. Saya tidak melihat adanya kesempatan masyarakat untuk bertumbuh sesuai dengan kemampuannya,” kritik dia.

Mari kita lihat, lanjut dia, di mana transparansi royalti pertambangan? Siapa yang terima dan dimanfaatkan untuk apa?

“Kalau bicara royalti pertambangan, saya tidak yakin. Lihat saja di daerah-daerah lain yang banyak industri pertambangannya, Kalimantan, Bangka-Belitung hingga Papua, sejauh mana masyarakat di sana sejahtera,” tantang Jull.

Bukan berarti kita tidak mensyukuri tambang yang ada, katanya, tapi di saat teknologi kita belum bisa mereduksi dan mengatasi dampak buruk tambang bagi lingkungan dan masyarakat, kenapa harus dipertahankan?

“Sekarang masih ada sektor-sektor yang lebih ramah lingkungan yang bisa dimajukan. Di Sulut, misalnya, potensi perikanan bisa mencapai Rp 900 miliar per tahun. Itu belum dikembangkan,” ujarnya.

Menurut Jull, hingga saat ini, masyarakat masih harus terus banyak berjuang supaya keadilan bisa diperoleh, karena mafia hukum ada di mana-mana.(*)