JAKARTA, – Anggota DPD RI Dapil Sulawesi Utara (Sulut) Ir. Stefanus Liow MAP menyampaikan berbagai permasalahan dan usulan, yang didapatkan di dapilnya, saat Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melaksanakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (LHK-RI).

Raker tersebut berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (17/2/2022) mulai Jam 10.00-13.00 WIB.

Raker dipimpin Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai dan Wakil Ketua Komite II Dr. Ir. Abdulallah Puteh, sedangkan Menteri LKH RI Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, MSc didampingi Wakil Menteri, Sekjen para Dirjen, Kaban dan Direktur dalam lingkungan Kementerian LHK RI.

Dalam Raker tersebut, Stefanus Liow menyampaikan permasalahan dan masukan yang didapat melalui Pemerintah Daerah, DPRD, instansi vertikal, kelompok masyarakat, insan pers dan pemantauan langsung dilapangan.

Berbagai hal disampaikan Senator bernama lengkap Stefanus Berty Arnicotje Nicolaas Liow itu, sebagai pertanggungjawaban moral dan politik dalam menjembatani aspirasi dan kepentingan daerah, di dalamnya masyarakat Sulut.

“Saya menyampaikan sejumlah masalah, diantaranya penyelesaian terkait penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PTKH), dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan rakyat, kebutuhan penyuluh kehutanan dan Polisi Khusus (Polsus) hutan, Dana Alokasi Khusus (DAK) KLHK, Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBH-DR),” ungkap Stefanus Liow.

Masalah dan Usulan Stefanus Liow Ditanggapi Menteri LHK

Menteri LHK RI Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar M.Sc menanggapi pertanyaan dan usulan dari Senator Stefanus Liow, diawali dengan memberikan apresiasi dan berterima kasih aspirasi yang disampaikan seraya menjelaskan bahwa, penyelesaian sengketa tanah di kawasan hutan, baik di hutan lindung maupun hutan konservasi, yang terjadi di Sulawesi Utara maupun di daerah lainnya telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Penyelesaian masalah ini bukan hal mudah. Karena, pemerintah menyadari sengketa ini terjadi karena adanya dispute regulasi antar sektor berkaitan dengan desentralisasi,” ungkap Siti.

Dikatakan, dispute ini ada yang melibatkan/merugikan masyarakat maupun korporasi. Dimana, masing-masing mempunyai cara penyelesaian tersendiri. Dalam prosesnya, Pemerintah (dalam hal ini KLHK) akan memprioritaskan penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

“Jika lahan masyarakat yang bersengketa kurang dari 5 Ha, maka lahan tersebut akan diserahkan langsung ke masyarakat sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku. Namun, jika lebih dari 5 Ha, maka harus didistribusi,” terang Menteri LHK.

Sementara itu, kata Siti, jika berkaitan dengan korporasi, KLHK perlu mengetahui lebih dahulu apakah sengketa tersebut benar karena adanya dispute regulasi atau hal lain. “Oleh karenanya, informasi kasus seperti ini harus segera disampaikan/diketahui oleh KLHK agar dapat ditindaklanjuti,” beber Siti.

Menteri mengungkapkan bahwa KLHK setuju jumlah Polisi Hutan (Polhut) ditingkatkan. Namun, membutuhkan dukungan politik dari DPD RI agar dapat dikomunikasikan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) RI.

“KLHK membutuhkan dukungan dan supervisi yang kuat dari DPD RI, untuk mendorong pemerintah daerah terkait dengan realisasi DAK Fisik bidang lingkungan hidup dan kehutanan,” ucap Siti.

Dikatakan, sesuai dengan PMK 216/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBH SDH Kehutanan Dana Reboisasi yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

“DBH Dana Reboisasi (DBH-DR) Sulawesi Utara 2021 sebesar 291.961.995. Dana tersebut dapat digunakan untuk pemberdayaan masyarakat dan perhutanan sosial, pengendalian karhutla, pembangunan dan pengelolaan Hasil Hutan Kayu (HHK), Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), dan Jasa Lingkungan,” pungkas Siti.