Kanwil DJPb Provinsi Sulut Inisiasi ‘Bacarita APBN’

MANADO,- Kondisi perekonomian global di triwulan ketiga tahun 2023 masih dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi global. Hal ini ditandai dengan beberapa indikator diantaranya yaitu tingkat inflasi di negara-negara maju yang masih relatif tinggi yang dimungkinkan berdampak pada kebijakan pengetatan moneter di negara-negara tersebut sehingga menekan likuiditas di tingkat global. Selain itu, perkembangan komoditas pangan yang relatif tinggi di berbagai negara perlu diwaspadai.

Meski begitu, di tingkat nasional, kondisi perekonomian terus menunjukkan penguatan dan resilient. Pertumbuhan ekonomi secara nasional hingga Triwulan II 2023 tumbuh 5,17% secara y-o-y, yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang resilient dalam menghadapi tantangan perekonomian.

Hal serupa juga terjadi di regional Sulawesi Utara (Sulut). Kondisi perekonomian bumi Nyiur Melambai secara umum juga menunjukkan pemulihan dan penguatan, seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian dan masyarakat. Itu ditunjukkan dari beberapa indikator.

Pertama, untuk tingkat inflasi pada bulan Agustus 2023 secara year on year Indonesia mengalami inflasi sebesar 3,27%. Sementara itu untuk Sulut, dalam periode yang sama bagi Manado dan Kotamobagu juga mengalami inflasi sebesar 2,06% dan 4,44%.

Pun begitu Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulut pada bulan Agustus 2023 naik 0,56 persen menjadi 110,55, dibandingkan dengan bulan Juli yang berada di 109,93. Berbeda dengan NTP, Nilai Tukar Nelayan (NTN) mengalami penurunan dari 111,63 di bulan Juli ke 110,85 di bulan Agustus.

Secara umum, angka NTN Sulut masih di atas nasional yang berada di angka 105,75. Namun demikian, untuk nilai NTP masih berada di bawah NTP Nasional yang sebesar 111,85.

Dari sisi kinerja neraca perdagangan, Neraca Perdagangan (Ekspor Impor) di Sulut pada Agustus berada di 34,86 Juta USD dan menunjukkan penurunan dari bulan Juli pada 64,24 Juta USD.

Selanjutnya, dari sisi pemerintah, ketidakpastian ekonomi di tingkat global yang masih terdampak oleh pandemi dan isu geopolitik global, direspon melalui kebijakan yang didanai oleh APBN dan APBD. Dalam pelaksanaan APBN di Sulut, pendapatan yang telah terealisasi adalah senilai Rp3,23 triliun atau 63,76% dari target yang telah ditetapkan, tumbuh 0,04% (yoy).

Hal itu mengemuka dalam kegiatan ‘Bacarita APBN’ yang diinisiasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sulut, Senin (25/09/23). Kegiatan ini menghadirkan sejumlah insan pers di Sulut.

Dijelaskan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) DJPb Provinsi Sulut Ratih Hapsari Kusumawardani, dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan negara, dibutuhkan pendanaan oleh APBN. Dimana, sumber pendapatan terbesarnya adalah dari penerimaan pajak.

Tercatat realisasi penerimaan pajak di Sulut sampai dengan akhir Agustus 2023 adalah sebesar Rp2,35 triliun atau telah terealisasi sebesar 61,69% dari target penerimaan tahun 2023. Penerimaan pajak pada bulan Agustus 2023 mengalami kontraksi secara yoy sebesar 4,72% yang disebabkan adanya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang menopang penerimaan Semester I Tahun 2022 sedangkan program tersebut tidak terjadi lagi di tahun 2023. Jika tidak memperhitungkan PPS maka penerimaan perpajakan tumbuh 5,95% (yoy).

Menurut dia, selain penerimaan pajak, salah satu sumber pendapatan APBN adalah dari pendapatan bea dan cukai dimana realisasi sampai dengan akhir Agustus 2023, dilaporkan pendapatan bea dan cukai telah terealisasi sebesar Rp47,5 miliar. Untuk periode bulan Agustus penerimaan Cukai terealisasikan sebesar Rp3,25 miliar, dan Bea Masuk sebesar Rp3,32 miliar. Tidak terdapat penerimaan Bea Keluar dikarenakan tidak adanya pembelian atas Komoditas CPO dan produk turunannya yang terkena bea keluar.

Selain dari Perpajakan dan Bea Cukai, pendapatan APBN lainnya adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Capaian PNBP pengelolaan Barang Milik Negara atau BMN lingkup wilayah Provinsi Sulut sampai 31 Agustus 2023 sangat baik dan telah memenuhi target triwulan III sebesar Rp4,92 miliar hingga 126,03%. Lalu, Capaian PNBP dari pelaksanaan lelang lingkup wilayah Provinsi Sulut sampai 31 Agustus 2023 dari lelang oleh PL I, PL II, dan PT Pegadaian mencapai 89,86% dari target TW III. Pokok lelang atas pelaksanakan lelang tersebut mencapai sebesar Rp301,3 miliar,” rinci Kusumawardani.

Dari sisi belanja, lanjut dia, telah terealisasi sebesar 52,03% dari pagu, tumbuh 0,84% dengan nilai sebesar Rp11,51 triliun. Dana transfer ke daerah, belanja pegawai dan belanja barang menjadi komponen belanja terbesar yang ada. Belanja barang telah terealisasikan 53,36% dari total pagu. Sedangkan untuk realisasi belanja modal telah terealisasikan 40,53%. Sampai dengan akhir Agustus 2023 ini, berdasarkan pelaksanaan APBN di Sulut tercatat defisit sebesar Rp10,27 triliun.

Transfer ke Daerah (TKD) sampai dengan akhir Agustus telah disalurkan mencapai Rp8,29 triliun atau 64,31% dari pagu. Dari angka tersebut, DAU menempati porsi terbesar realisasi TKD di wilayah Sulut dengan realisasi Rp5,72 triliun dan disusul DAK Non Fisik Rp1,18 triliun.

“Dari sisi pelaksanaan APBD, pendapatan daerah telah terealisasi senilai Rp7,77 triliun atau 47,33% dari pagu, dengan komponen pendapatan dari dana transfer menempati proporsi yang signifikan relatif terhadap pendapatan daerah. Dari sisi belanja APBD, telah terealisasi sebesar Rp7,98 triliun atau 48,03% dari pagu. Belanja pegawai masih mendominasi komponen belanja, dari realisasi sebesar Rp7,98 triliun, belanja pegawai menempati posisi terbesar senilai Rp4,02 triliun diikuti belanja barang Rp2,1 triliun,” bebernya.

Secara umum, realisasi pendapatan dan belanja APBD Pemda lingkup Sulut mengalami tren fluktuatif dalam kurun waktu 6 tahun terakhir. Fluktuasi pendapatan transfer utamanya terjadi di periode Pandemi COVID-19 sebesar 19% yoy, sedangkan belanja transfer relatif stabil dalam periode Pandemi. Pada kondisi pascapandemi, arus kas pada aktivitas operasi meningkat hingga 127% yang utamanya disebabkan kenaikan pendapatan pajak dan daerah dan pendapatan transfer.

“Ditinjau dari sisi pembiayaan, aktivitas pinjaman daerah (penerimaan dan pembayaran) pada Pemda lingkup Sulawesi Utara masih belum optimal. Dalam kurun waktu 6 tahun terakhir belum terdapat skema pinjaman langsung dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Kondisi ini mengindikasikan Pemda lingkup Sulawesi Utara masih mengandalkan SILPA dan belum mengoptimalkan local creative financing atau sumber pembiayaan lain,” urai Kusumawardani.

Proporsi net transfer antar pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah daerah menunjukkan tren yang variatif pada setiap lingkup Pemda. Pada Pemda Kota dan Pemerintah Provinsi serta Pemda Kabupaten Kepulauan, secara umum Pemda berhasil menurunkan ketergantungan terhadap transfer dari pemerintah pusat pada masa prepandemi dan pandemi, namun kembali terjadi kenaikan di masa pascapandemi.

Kondisi ini dipengaruhi penurunan realisasi Retribusi Daerah dan kenaikan Belanja Daerah. Pada Pemda Kabupaten Non Kepulauan, proporsi transfer antar pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah daerah secara umum mengalami penurunan dari masa prapandemi hingga pascapandemi yang didorong oleh kenaikan PAD dan penurunan pendapatan transfer.

“Kemudian, proporsi pengeluaran pemerintah yang belum dapat dipenuhi oleh Pendapatan Asli Daerah menunjukkan tren yang variatif pada setiap lingkup Pemda. Pada Pemda Kota dan Pemerintah Provinsi serta Pemda Kabupaten Non Kepulauan, secara umum proporsi mengalami tren stagnansi pada periode prapandemi dan di masa pandemi, dan berada pada kisaran yang cukup tinggi (diatas 0,7) yang mengindikasikan pemda masih mengandalkan pendapatan transfer sebagai sumber pendanaan atas belanja daerah. Pada Pemda Kabupaten Kepulauan terjadi penurunan tren dari masa prapandemi hingga pascapandemi yang disebabkan peningkatan realisasi PDRD pada seluruh Kabupaten Kepulauan,” imbuhnya.

Editor: Redaksi