TOMOHON, liputankawanua.com – Terkait proses pemakaman dari seorang Pasien Dalam Pengawasan (PDP) berasal dari Kecamatan Tomohon Utara (Tomut) yang meninggal dan sempat diprotes oleh pihak keluarga dan diviralkan di medsos.

Gugus Tugas Covid-19 Kota memberikan klarifikasi kepada warga, melalui Juru Bicara Yelly Potuh. “Pasien mengalami cedera kepala berat dan terjadi penurunan kesadaran. Jam 12 siang dirujuk ke RSUP Prof Kandou Malalayang,” ujarnya, Kamis (16/4) 2020.

Lanjut dia, sebagaimana disampaikan oleh Juru Bicara Satgas Covid-19 Provinsi Sulawesi Utara dr Steven Dandel, bahwa sesuai dengan protokol yang baru semua orang dengan sakit apapun, dengan atau tidak adanya riwayat perjalanan, dan masuk ke RSUP Kandou tetap di-screening dengan foto thorax.

“Apabila foto thorax menggambarkan bahwa yang bersangkutan ada peradangan paru, maka pasien itu akan ditetapkan sebagai PDP. Dari hasil foto thorax didapati gambaran foto yang menunjukkan bahwa pasien ini mengalami Pneumonia Viral. Sesuai kriteria dan melalui SOP, maka pasien diberikan status PDP,” terangnya.

Pasien meninggal pada kurang lebih pukul 7 malam atau 19.00 Wita, Rabu (15/4) 2020. Ditangani menggunakan protokol penanganan jenazah Covid-19.

Jenazah tiba di pemakaman pukul 02.00 dinihari dan proses pemakaman dilakukan sampai kurang lebih pukul 04.00 subuh. Di lokasi pemakaman dikoordinasi langsung oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Tomohon yakni Assisten Satu Toar Pandeirot, pemerintah kelurahan setempat (Lurah), Dinkes, Kepolisan, Koramil, BPBD, Satpol-PP.

Tapi karena keterbatasan APD yang hanya diperuntukkan bagi 4 orang, hal ini sangat membuat pelaksanaan pemakaman meskipun selesai dengan baik tapi tidak maksimal. Atau, hanya sesuai kemampuan 4 petugas ini, sementara waktu pemakaman pada dini hari atau pukul 04.00 Wita subuh.

“Sebagai manusia biasa keempat petugas dengan APD ini memiliki batas kemampuan dan harus berhenti kemudian memutuskan nanti akan dimaksimalkan pagi hari. Tenaga lain yang ingin membantu tapi tidak menggunakan APD tidak direkomendasikan oleh Dinkes,” ujarnya.

Namun, pada pagi hari keluarga lebih dulu tiba di pekuburan daripada petugas dan pemerintah. Hal itu pun membuat keluarga kecewa dengan pekerjaan pemakaman yang kurang maksimal.

“Pemerintah yang dikoordinasi oleh Assisten Satu Toar Pandeirot bersama pemerintah kelurahan setempat, Satpol-PP, Dinkes dan Kepolisian sudah memaksimalkan penimbunan kubur, dan sudah berjumpa dengan keluarga,” terangnya.

Keluarga telah diberi penjelasan tentang situasi dan kondisi yang ada, serta diedukasi oleh pihak pemerintah, didalamnya ada Dinkes dan Kepolisian. “Sekaligus permohonan maaf jika ada tugas yang kurang maksimal dalam penanganan jenazah,” tukas Potuh.

Pihak keluarga pun telah menerima dan memahami situasi dan prosedurnya. “Kami tidak menyalahkan pemerintah. Kami memang masih emosional, sangat terbawa emosi dengan peristiwa duka yang kami alami ini,” ujar salah satu keluarga, seraya memohon maaf atas kejadian tersebut, serta mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang sudah menjalankan tugas.

Diketahui, proses pemakaman dari pasien tersebut sempat diprotes oleh pihak keluarga, karena pemakaman dari anggota keluarga mereka tersebut, seolah asal-asalan karena belum selesai tapi sudah ditinggalkan.

Peliput: Terry Wagiu